Kamis, 07 Juli 2011

2. Anak yang Sopan

  1. Anak yang sopan menghormati kedua orang tuanya dan para gurunya, saudara-saudaranya yang lebih besar dan setiap orang yang lebih tua darinya. ia harus menyayangi saudara-saudara yang kecil dan setiap orang yang lebih muda darinya.
  2. Ia harus berkata benar, bersikap rendah hati terhadap semua orang, bersabar dalam menghadapi gangguan dan tidak memutuskan hubungan dengan anak-anak. Hendaklah ia tidak bertengkar dengan mereka dan tidak mengeraskan suaranya jika berbicara atau tertawa.
********************
Al-Akhlaq Lil Banin - Al-Ustadz Umar Bin Achmad Baradja
readmore »»  
Baca Selengkapnya..

1. Bagaimanakah Akhlak yang harus Dimiliki Anak ?

  1. Anak haruslah memiliki akhlak yang baik sejak usia kecilnya, agar ia hidup dicintai pada waktu besarnya, diridhoi Tuhannya, dicintai keluarganya dan semua orang.
  2. ia harus pula menjauhi akhlak yang buruk, agar tidak menjadi orang yang dibenci, tidak dimurkai Tuhannya, tidak dibenci keluarganya, dan tidak dibenci siapapun.
********************
Al-Akhlaq Lil Banin - Al-Ustadz Umar Bin Achmad Baradja
readmore »»  
Baca Selengkapnya..

Senin, 04 Juli 2011

Syaikh Umar Baraja (Pengarang Akhlaq lil Banin)

Mengukir Akhlaq Para Santri

Hampir semua santri di pesantren pernah mempelajari buku-buku karya Syaikh Umar Baraja dari Surabaya. Sudah sekitar 11 judul buku yang diterbitkan, seperti Al-Akhlaq Lil Banin, kitab Al-Akhlaq Lil Banat, kiab Sullam Fiqih, kitab 17 Jauharah, dan kitab Ad’iyah Ramadhan. Semuanya terbit dalam bahasa Arab, sejak 1950 telah digunakan sebagai buku kurikulum di seluruh pondok pesantren di Indonesia. Ya, secara tidak langsung Syaikh Umar Baradja ikut mengukir akhlaq para santri di Indonesia.

Buku-buku tersebut pernah di cetak Kairo, Mesir, pada 1969 atas biaya Syeikh Siraj Ka’ki, dermawan Mekkah, yang di bagikan secara cuma-cuma ke seluruh dunia Islam. Syukur alhamdulillah, atas ridha dan niatnya agar buku-buku ini menjadi jariyah dan bermanfaat luas, pada 1992 telah di terbitkan buku-buku tersebut ke dalam bahasa Indonesia, Jawa, Madura, dan Sunda.

Selain menulis buku pelajaran , Syaikh Umar juga menulis syair-syairnya dalam bahasa Arab dengan sastranya yang tinggi. Menurut ustadz Ahmad bin Umar, putra tertuanya, cukup banyak dan belum sempat dibukukan. Selain itu, masih banyak karya lain, seperti masalah keagamaan, yang masih bertuliskan tangan dan tersimpan rapi dalam perpustakaan keluarga.

Kepandaiannya dalam karya tulis, disebabkan dia menguasai bahasa Arab dan sastranya, ilmu tafsir dan Hadits, ilmu fiqih dan tasawuf, ilmu sirah dan tarikh. Ditambah, penguasaan bahasa Belanda dan bahasa Inggris.

Selalu Berharap

Syaikh Umar bin Achmad Baradja lahir di kampung Ampel Maghfur, pada 10 Jumadil Akhir 1331 H/17 Mei 1913 M. Sejak kecil dia diasuh dan dididik kakeknya dari pihak ibu, Syaikh Hasan bin Muhammad Baradja , seoarang ulama ahli nahwu dan fiqih.

Nasab Baradja berasal dari (dan berpusat di) Seiwun, Hadramaut, Yaman. Sebagai nama nenek moyangnya yang ke-18, Syaikh Sa’ad, laqab(julukannya) Abi Raja’ (yang selalu berharap). Mata rantai keturunan tersebut bertemu pada kakek Nabi Muhammad SAW yang kelima , bernama Kilab bin Murrah.

Pada masa mudanya, Umar Baradja menuntut ilmu agama dan bahasa Arab dengan tekun, sehingga dia menguasai dan memahaminya. Berbagai ilmu agama dan bahasa Arab dia dapatkan dari ulama, ustadz, syaikh, baik melalui pertemuan langsung maupun melalui surat. Para alim ulama dan orang-orang shalih telah menyaksikan ketaqwaan dan kedudukannya sebagai ulama yang ‘amil. Ulama yang mengamalkan ilmunya.

Dia adalah salah seorang alumnus yang berhasil, didikan madrasah Al-Khairiyah di kampung Ampel, Surabaya, yang didirikan dan dibina Al-habib Al-Imam Muhammad bin Achmad Al-Muhdhar pada 1895. Sekolah yang berasaskan Ahlussunnah wal Jama’ah dan bermadzhab Syafi’i.

Guru-guru Syaikh Umar Baradja, antara lain, Al-Ustadz Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih (Malang), Al-Ustadz Muhammad bin Husein Ba’bud (Lawang), Al-Habib Abdul Qodir bin Hadi Assegaf, Al-Habib Muhammad bin Ahmad Assegaf (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Abdullah Assegaf (Solo), Al-Habib Ahmad bin Alwi Al-Jufri (Pekalongan), Al-Habib Ali bin Husein Bin Syahab, Al-Habib Zein bin Abdullah Alkaf (Gresik), Al-Habib Ahmad bin Ghalib Al-Hamid (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Muhdhar (Bondowoso), Al-Habib Abdullah bin Hasa Maulachela, Al-Habib Hamid bin Muhammad As-Sery(Malang), Syaikh Robaah Hassunah Al-Kholili (Palestina), Syaikh Muhammad Mursyid (Mesir) – keduanya tugas mengajar di Indonesia.

Guru-gurunya yang berada di luar negeri diantaranya, Al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, As-Sayyid Muhammad bin Ami n Al-Quthbi, As-Syaikh Muhmmad Seif Nur, As-Syaikh Hasan Muhammad Al-Masysyath, Al-Habib Alwi bin Salim Alkaff, As-Syaikh Muhammad Said Al-Hadrawi Al-Makky (Mekkah), Al-Habib Muhammad bin Hady Assegaf(Seiwun, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Ahmad Al-Haddar, Al-Habib Hadi bin Ahmad Al-Haddar (‘inat, Hadramaut, Yaman) , Al-habib Abdullah bin Thahir Al-Haddad (Geidun, Hadaramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri (Tarim, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Hasan bin Ismail Bin Syeikh Abu Bakar (‘inat, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Ali bin Zein Al-Hadi, Al-Habib Alwi bin Abdullah Bin Syahab (Tarim, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Hamid Assegaf (Seiwun, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar (Al-Baidhaa, Yaman) , Al-Habib Ali bin Zein Bilfagih (Abu Dhabi, Uni Emirat Arab), As-Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muthii’i (Mesir), SayyidiMuhammad Al-Fatih Al-Kattani (Faaz, Maroko), Sayyidi Muhammad Al-Munthashir Al-Kattani (Marakisy, Maroko) , Al-Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad (Johor, Malaysia), Syeikh Abdul ‘Aliim As-Shiddiqi (India), Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf (Mesir), Al-Habib Abdul Qodir bin Achmad Assegaf (Jeddah, Arab Saudi).

Kiprah Dakwah

Syaikh Umar mengawali kariernya mengajar di Madrasah Al-Khairiyah Surabaya tahun 1935-1945, yang berhasil menelurkan beberapa ulama dan asatidz yang telah menyebar ke berbagai pelosok tanah air. Di Jawa Timur antara lain, almarhum al-ustadz Achmad bin Hasan Assegaf, almarhum Al-Habib Umar bin Idrus Al-Masyhur, almarhum al-ustadz Achmad bin Ali Babgei, Al-habib Idrus bin Hud Assegaf, Al-habib Hasan bin Hasyim Al-Habsyi, Al-habib Hasan bin Abdul Qodir Assegaf, Al-Ustadz Ahmad Zaki Ghufron, dan Al-Ustadz Dja’far bin Agil Assegaf.

Kemudian, dia pindah mengajar di Madrasah Al-Khairiyah, Bondowoso. Berlanjut mengajar di Madrasah Al-Husainiyah, Gresik tahun 1945-1947. Lalu mengajar di Rabithah Al-Alawiyyah, Solo, tahun 1947-1950. Mengajar di Al-Arabiyah Al-Islamiyah, Gresik tahun 1950-1951. Setelah itu, tahun 1951-1957, bersama Al-habib Zein bin Abdullah Al-kaff, memperluas serta membangun lahan baru, karena sempitnya gedung lama, sehingga terwujudlah gedung yayasan badan wakaf yang di beri nama Yayasan Perguruan Islam Malik Ibrahim.

Selain mengajar di lembaga pendidikan, Syaikh Umar juga mengajar di rumah pribadinya, pagi hari dan sore hari, serta majelis ta’lim atau pengajian rutin malam hari. Karena sempitnya tempat dan banyaknya murid, dia berusaha mengembangkan pendidikan itu dengan mendirikan Yayasan Perguruan Islam atas namanya, Al-Ustadz Umar Baradja. Ini sebagai perwujudan hasil pendidikan dan pengalamannya selama 50 tahun. Hingga kini masih berjalan, dibawah asuhan putranya, Al-Utadz Achmad bin Umar Baradja.

Amal ibadahnya meluas ke bidang lain, sehingga memerlukan dana yang cukup besar, dia juga menggalang dana untuk kebutuhan para janda, fakir miskin, dan yatim piatu khususnya para santrinya, agar mereka lebih berkonsentrasi dalam menimba ilmu. Menjodohkan wanita-wanita muslimah dengan pria muslim yang baik menurut pandangannya, sekaligus mengusahakan biaya perkawinannya dengan dukungan dana dari Al-habib Idrus bin Umar Alaydrus.

Salah satu karya monumentanya adalah membangun Masjid Al-Khair (danakarya I-48/50, Surabaya) pada tahun 1971, bersama KH. Adnan Chamim, setelah mendapat petunjuk dari Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul) dan Al-habib Zein bin Abdullah Al-Kaff (Gresik). Masjid ini sekarang digunakan untuk berbagai kepentingan dakwah masyarakat Surabaya.

Penamplan Syeikh Umar sangat bersahaja, tetapi dihiasi sifat-sifat ketulusan niat yang disertai keikhlasan dalam segala amal perbuatan duniawi dan ukhrawi. Dia juga mejabarkan akhlaq ahlul bait, keluarga Nabi dan para sahabat, yang mencontoh baginda Nabi Muhammad SAW. Dia tidak suka membangga-banggakan diri, baik tentang ilmu, amal, maupun ibadah. Ini karena sifat tawadhu’ dan rendah hatinya sangat tinggi.

Dalam beribadah, dia selalu istiamah baik sholat fardhu maupun sholat sunnah qabliyah dan ba’diyah. Sholat dhuha dan tahajud hampir tidak pernah dia tnggalkan walaupun dalam bepergian. Kehidupannya dia usahakan untuk benar-benar sesuai dengan yang digariskan agama.

Cintanya kepada keluarga Nabi SAW dan dzurriyyah atau keturunannya, sangat kenal tak tergoyahkan. Juga kepada para sahabat anak didik Rasulullah SAW. Itulah pertanda keimanan yang teguh dan sempurna.

Dalam buku Kunjungan Habib Alwi Solo kepada Habib Abubakar Gresik,Catatan Habib AbdulKadir bin Hussein Assegaf (Penerbit Putra Riyadi : 2003), disebutkan,”… kami (rombongan Habib Alwi bin Alwi Al-Habsyi) berkunjung ke rumah Syaikh Umar bin Ahmad Baradja (di Surabaya). Kami dengar saking senangnya, ia sujud syukur di kamar khususnya. Ia meminta Sayyidi Alwi untuk membacakan doa dan Fatihah.”(hlm.93).

Sifat wara’-nya sangat tinggi. Perkara yang meragukan dan syubhat dia tinggalkan, sebagaimana meninggalkan perkara-perkara yang haram. Dia juga selalu berusaha berpenampilan sederhana. Sifat Ghirah Islamiyah (semangat membela Islam) dan iri dalam beragama sangat kuat dalam jiwanya. Konsistensinya dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, misalnya dalam menutup aurat, khususnya aurat wanita, dia sangat keras dan tak kenal kompromi. Dalam membina anak didiknya, pergaulan bebas laki-perempuan dia tolak keras. Juga bercampurnya murid laki-dan perempuan dalam satu kelas.

Pada saat sebelum mendekati ajalnya, Syaikh umar sempat berwasiat kepada putra-putra dan anak didiknya agar selalu berpegang teguh pada ajaran assalaf asshalih. Yaitu ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, yang dianut mayoritas kaum muslim di Indonesia dan Thariqah ‘Alawiyyah, dan bermata rantai sampai kepada ahlul bait Nabi, para sahabat, yang semuanya bersumber dari Rasulullah SAW.

Syaikh Umar memanfaatkan ilmu, waktu, umur, dan membelanjakan hartanya di jalan Allah sampai akhir hayatnya. Ia memenuhi panggilan Rabb-nya pada hari Sabtu malam Ahad tanggal 16 Rabiuts Tsani 1411 H/3 November 1990 M pukul 23.10 WIB di Rumah Sakit Islam Surabaya, dalam usia 77 Tahun.

Keesokan harinya Ahad ba’da Ashar, ia dimakamkan, setelah dishalatkan di Masjid Agung Sunan Ampel, diimami putranya sendiri yang menjadi khalifah (penggantinya), Al-Ustadz Ahmad bin Umar Baradja. Jasad mulia itu dikuburkan di makam Islam Pegirian Surabaya. Prosesi pemakamannya dihadiri ribuan orang.

Sumber : Majalah AlKisah No. 07/Tahun V/26 Maret – 8 April 2007 Hal. 85-89
readmore »»  
Baca Selengkapnya..

Minggu, 03 Juli 2011

Renungan Diri

Rasulullah SAW bersabda kepada menantunya, Ali r.a. , " Wahai ‘Ali, setiap sesuatu pasti ada penyakitnya.
Penyakit bicara adalah bohong,
penyakit ilmu adalah lupa,
penyakit ibadah adalah riya’,
penyakit akhlaq mulia adalah kagum kepada diri sendiri,
penyakit berani adalah menyerang,
penyakit dermawan adalah mengungkap pemberian,
penyakit tampan adalah sombong,
penyakit bangsawan adalah membanggakan diri,
penyakit malu adalah lemah,
penyakit mulia adalah menyombongkan diri,
penyakit kaya adalah kikir,
penyakit royal adalah hidup mewah, dan
penyakit agama adalah nafsu yang diperturutkan…."
Ketika berwasiat kepada ‘Ali bin Abi Thalib r.a. Rasulullah SAW bersabda, "Wahai ‘Ali, orang yang riya’ itu punya tiga ciri, yaitu : rajin beribadah ketika dilihat orang, malas ketika sendirian dan ingin mendapat pujian dalam segala perkara. "
Wahai ‘Ali, jika engkau dipuji orang, maka berdo’alah, " Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik daripada yang dikatakannya, ampunilah dosa-dosaku yang tersembunyi darinya, dan janganlah kata-katanya mengakibatkan siksaan bagiku…"
Ketika ditanya bagaimana cara mengobati hati yang sedang resah dan gundah gulana, Ibnu Mas’ud r.a berkata, " Dengarkanlah bacaan Al-Qur’an atau datanglah ke majelis-majelis dzikir atau pergilah ke tempat yang sunyi untuk berkhalwat dengan Allah SWT Jika belum terobati juga, maka mintalah kepada Allah SWT hati yang lain, karena sesungguhnya hati yang kamu pakai bukan lagi hatimu…"
-hamba Allah-
readmore »»  
Baca Selengkapnya..

Kamis, 30 Juni 2011

Selembar Daun, Untuk Rosululloh


Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur.

Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. “Jika kalian kasihan kepadaku,” kata nenek itu, “Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.”

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.

“Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai,” tuturnya. “Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya.”

Di kutip dari buku : “Rindu Rosul
DICOPY langsung: dari "Belajar Mencintai Allah, Sebelum Aku Belajar Mencintai Kekasih Ku"
readmore »»  
Baca Selengkapnya..

Senin, 27 Juni 2011

Mengenang Akhlak Rasulullah SAW

Setelah Nabi SAW wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya - tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, "Ceritakan padaku akhlak Muhammad!".

Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi.
Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad SAW.

Dengan berhara p-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, "Ceritakan padaku keindahan dunia ini!." Badui ini menjawab, "Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini...." Ali menjawab, "Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad SAW, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)"

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi SAW yang sering disapa "Humairah" oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Qur'an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur'an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi SAW itu bagaikan Al-Qur'an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur'an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu'minun [23]: 1-11.

Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi SAW. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.

Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi SAW, Aisyah hanya menjawab, "Semua perilakunya indah." Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. "Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, 'Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.'" Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Nabi Muhammad SAW jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, "Mengapa engkau tidur di sini?" Nabi Muhammmad menjawab, "Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.”

Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi SAW mengingatkan, "berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya." Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.
Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi SAW. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat.
Di tengah kebingungannya, Rasul SAW memanggilnya. Rasul SAW memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul SAW pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban Nabi SAW tersebut.
Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.

Nabi Muhammad SAW juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul SAW selalu memujinya. Abu Bakar- lah yang menemani Rasul SAW ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul SAW sakit.

Tentang Umar bin Khattab, Rasul SAW pernah berkata, "Syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain." Dalam riwayat lain disebutkan, "Nabi SAW bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi SAW memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta'wil) mimpimu itu? Rasul SAW menjawab "ilmu pengetahuan."

Tentang Utsman bin Affan, Rasul SAW sangat menghargai Utsman karena itu Utsman menikahi dua putri Nabi SAW, hingga Utsman dijuluki Dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya).

Mengenai Ali bin Abi Thalib, Rasul SAW bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. "Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya." "Barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik."
Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan.
Para sahabat pun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi SAW.

Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap Rasul SAW. Mereka ingin Rasul SAW menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi SAW memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: "Angkat Al-Qa'qa bin Ma'bad sebagai pemimpin." Kata Umar, "Tidak, angkatlah Al-Aqra' bin Habis." Abu Bakar berkata ke Umar, "Kamu hanya ingin membantah aku saja," Umar menjawab, "Aku tidak bermaksud membantahmu."
Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu tidak menyadarinya" (QS. Al-Hujurat 1-2)

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, "Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia." Umar juga berbicara kepada Nabi SAW dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi SAW takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi SAW.

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi SAW didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi'ah. Ia berkata pada Nabi SAW, "Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami"
Nabi SAW mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi SAW bertanya, "Sudah selesaikah, Ya Abal Walid?" "Sudah." kata Utbah. Nabi SAW membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi SAW pun bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.

Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi SAW dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan sebenarnya adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi SAW dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi SAW berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!

Ketika Nabi SAW tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi SAW bahwa Nabi SAW akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya Nabi SAW.

Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi SAW. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi SAW dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi SAW? "Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu."
Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi SAW janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi SAW merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi SAW janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi SAW telah menyerap di sanubari kita atau tidak.

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi SAW berkata pada para sahabat, "Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!" Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, "Dahulu ketika engkau memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini."

Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap "membereskan" orang itu. Nabi SAW pun melarangnya. Nabi SAW pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi SAW keheranan ketika Nabi SAW meminta tongkat.
Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul SAW berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi SAW. Nabi SAW berkata, "Lakukanlah!"
Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi SAW dan memeluk Nabi seraya menangis, "Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah".

Seketika itu juga terdengar ucapan, "Allahu Akbar" berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi SAW itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi SAW tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi SAW sebelum Allah memanggil Nabi SAW ke hadirat-Nya.
Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul SAW pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia? Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis (pailit). Na'udzu billah.....

Nabi Muhammad SAW ketika saat haji Wada', di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi SAW dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, "Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?" Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata.

Nabi SAW melanjutkan, "Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah kusampaikan pada kalian wahyu dari Allah.....?" Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, "Benar ya Rasul!"
Rasul SAW pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, "Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!". Nabi SAW meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya.

Kita pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah SAW. "Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah"
(Dari beberapa sumber)

http://madinatulilmi.com
readmore »»  
Baca Selengkapnya..

Perbanyak shalawat jika mencintai Rasulullah Saw.


Selain meneladani sifat-sifat terpuji yang dimiliki oleh Rasulullah Saw., ada satu hal lagi yang dapat menambah kecintaan kita kepada beliau, yaitu dengan membaca shalawat.

Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi, Abdullah bin Mas'ud ra. menuturkan sabda Rasulullah Saw., "Pada hari kiamat nanti, manusia paling utama bagiku adalah mereka yang paling banyak melantunkan shalawat kepadaku."

Betapa besarnya keutamaan bershalawat kepada Rasulullah Saw. dan betapa Rasulullah Saw. telah memberikan kita jalan agar dapat terus memperoleh kebaikan dan syafaatnya walaupun beliau telah wafat 14 abad silam.

Mari kita memperbanyak membaca shalawat kepada Rasulullah Saw., siapapun juga diantara kita yang mengaku umat beliau, tumbuhkan kecintaan kepada beliau dengan rutin mengucapkan shalawat. Rasulullah Saw. bukan cuma milik mereka yang mengaku keturunannya, atau bukan cuma milik orang Arab saja, tapi Rasulullah Saw. adalah milik umat sehingga cintailah beliau melebihi cinta kita kepada makhluk yang lain.

Salah satu shalawat yang beliau anjurkan untuk dibaca adalah shalawat Ibrahim (Ibrahimiyah):

Allahumma sholli 'alaa Sayyidina Muhammad wa 'ala aali Sayyidina Muhammad, kamaa sholaita 'ala Sayyidina Ibrahim wa 'ala aali Sayyidina Ibrahim. Innaka hamiidun majiid.
Allahumma baarik ala Sayyidina Muhammad wa ala aali Sayyidina Muhammad, kamaa baarokta 'ala Sayyidina Ibrahim wa 'ala aali Sayyidina Ibrahim. Innaka hamiidun majiid.

“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad dan kepada keluarga Sayyidina Muhammad, sebagaimana engkau melimpahkan shalawat kepada Sayyidina Ibrahim dan kepada keluarga Sayyidina Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
Ya Allah, berkatilah kepada Sayyidina Muhammad dan kepada keluarga Sayyidina Muhammad, sebagaimana Engkau memberkati kepada Sayyidina Ibrahim dan kepada keluarga Sayyidina Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”

http://www.jafarsoddik.com/refleksi/02/Meneladani-akhlak-Rasulullah-Saw
readmore »»  
Baca Selengkapnya..